Balada Hujan
Hari itu hujan turun begitu deras.
Aku tak bisa kemana-mana selain berdiam diri di rumah. Aku terus memandang
hujan dari jendela kamarku sembari bertanya, “Apakah disana dia juga sedang
melakukan hal yang sama sepertiku?”. Pertanyaan itu yang selalu muncul di
pikiranku saat hujan hari itu turun.
Ku ambil gitar di sudut kamarku dan
mulai ku petik. Hanya berharap semoga dia juga bisa mendengar petikan gitarku.
Lagu demi lagu seakan menjadi wakil dari perasaan yang berkecambuk di hatiku.
Seakan ingin aku katakan I just wanna say, I miss you........
Dia yang ku kenal tanpa sengaja
lewat social media. Kini aku merindukannya di sisiku untuk menemaniku saat
hujan tak kunjung reda. Menemaniku bernyanyi dengan petikan gitar dan alunan
nada dari bibir tipisnya. Bibir yang sama, yang pernah aku kecup saat hujan
turun dengan sangat romantis.
Tiba-tiba terdengar handphone berbunyi. Ada
pesan masuk yang ternyata dari dia.
“Hai, aku kangen saat kita bersama
di bawah hujan.”
“Aku juga... aku sedang memandang
hujan, apakah kamu juga melakukan hal yang sama sepertiku?” balasku lewat
pesan.
“Iya, aku pun begitu.” balasnya.
Hujan seakan tahu kalau kami saling
merindu. Merindu untuk bisa selalu bersama. Merindu untuk bisa saling memandang
di bawah romantisnya rintik hujan. Hujan memberi pertanda kalau ada hati yang
sedang bimbang karena tak bisa saling berjumpa. Di sisi lain ada hati yang
gembira karena bisa mengenang kenangan indah yang pernah terlukis saat hujan
turun.
Tak terasa hujan turun begitu lama.
Dan rasa rindu ini pun semakin menggebu. Tapi aku hanya bisa melihat fotonya
yang ku tempel di jendela dan menembus hujan yang sedang turun begitu deras.
Tapi tak cukup deras untuk membandingkan derasnya rinduku kepadanya.
“Hujan sampaikan rinduku
kepadanya....” harapku.
Masih teringat saat kami kencan naik
vespa butut dan di tengah jalan hujan turun. Kami berhenti di emperan toko, dan
saling memandang. Rambutnya yang basah tergerai terkena air hujan membuatnya
tampak lebih cantik.
“Apakah kamu senang dengan hujan
yang sedang turun?”
“Aku senang, karena aku bisa
memandangmu dengan nada alami dari rintik hujan tanpa perlu kamu menyanyikan
lagu untukku” ucapnya.
Tak sadar bibirku sudah menempel
dengan bibirnya. Kami berciuman dibawah rintik hujan yang romantis.
Tapi itu hanya kenangan di masa
lalu, yang sekarang belum aku rasakan lagi dengannya. Ingin rasanya mengulang
itu semua, tapi waktu tak kunjung menuntun kami. Dia yang selalu menyuruhku
untuk terus bersabar, karena dia yakin semua akan indah pada waktunya...
Dia wanita yang aku idamkan selama
ini. Dia yang membuatku lebih merasa sempurna. Mampu menerima setiap
kekuranganku dan menutupinya dengan kelebihannya. Begitu indahnya cinta saat
kami bisa saling melengkapi.
Tak lama, dia menelponku.
“Apakah kita bisa bertemu besok? Aku
rindu kamu..” ucapnya.
“Bisa.. kita bertemu di taman tempat
kita pertama ketemu ya.”
“Baiklah....” dia terdengar
berharap.
Tak sabar rasanya menunggu sesuatu
yang selama ini telah aku tunggu. Menunggu sesuatu yang indah.
” Apakah akan terjadi sesuatu yang
indah dan tak akan terlupakan besok? Aku tak tahu, semoga saja...”
Hari itu, hujan turun hingga malam
hari. Sebelum mata ini terpejam, aku berdoa agar Tuhan melancarkan semuanya
esok hari. Memberikan sesuatu yang indah untuk kami berdua. Untuk cinta yang
telah kami berdua jaga.
Di keheningan malam pun aku masih
merindukan sosoknya. Merindukan setiap raut wajahnya. Namun mata ini perlahan mulai
terpejam di bawah guyuran hujan yang masih setia menemani.
Pagi hari, aku terbangun dan
terlihat pancaran cahaya dari jendela kamarku. Hari itu mentari tersenyum
dengan sangat cantik. Awan pun tak mau kalah dan berpadu dengan birunya langit
pagi itu. Mereka seakan ikut merasa senang karena pertemuanku dengan sang
kekasih hari ini.
Tiba-tiba terdengar handphone
berbunyi.
“Selamat pagi... hari ini indah ya?
Aku tunggu kamu di taman pukul 4 sore. I miss you....” pesannya.
“I miss you too...” balasku.
Ku kecup layar handphone milikku.
Dan senyum lebar tergambar dari raut mukaku. Ingin rasanya segera berjumpa dan
melepas semua rindu yang selama ini telah terpendam. Rindu yang terpendam
begitu lama. Seperti gunung yang akan meletus dan segera memuntahkan lava dari
perutnya.
Tepat pukul 4 sore, aku sudah sampai
di taman. Aku duduk sembari melihat sekitar. Tak begitu ramai, tapi cukup
tenang untuk berbincang berdua dengan kekasih. Cukup untuk membicarakan rindu
yang selama ini terpendam.
Tak berselang lama, dia pun datang.
“Hai................” sapanya.
“Hai juga... kamu cantik.” ucapku.
“Terima kasih...” wajahnya tersipu
malu.
Dia yang selama ini aku rindu,
sekarang berada tepat di depan mataku. Tak ada lagi sekat yang memisahkan kami
sore itu. Kami hanya saling memandang tanpa banyak bicara. Mungkin karena rindu
yang terlalu kuat sehingga membuat bibir ini kaku.
Tiba-tiba hujan turun tanpa
disangka. Aku bergegas membawanya berteduh di bawah gazebo di pinggir kolam.
“Apakah kamu masih mencintaiku?”
tanyanya.
“Aku masih mencintaimu seperti dulu,
dan takkan pernah berubah”
“Aku sayang kamu..”
“Aku juga sayang kamu...” balasku.
Tak sadar jemari tangannya sudah
menggengam erat tanganku. Seakan tak mau lagi berpisah dan berjauhan denganku.
Tak berapa lama, bibir kami saling berciuman. Bibir yang sama seperti yang dulu.
Dan tentunya cinta yang sama, tetapi hanya bertambah besar rasa cinta itu.
***
Sore itu kenangan tempo dulu
terulang lagi. Saat kami berdua ada di bawah rintik hujan dan saling berciuman.
Saling mengulang masa romantis yang tersiram rindu dari hati. Saling bergemu
dalam rasa yang sama. Rasa yang tak akan lelah untuk menanti, seperti hujan
yang tak lelah menyiram di sore itu.
Afifudin
Hanif
Twitter: @afifhanif_