Minggu, 23 Maret 2014

Puisi Pelukis Air Mata by Afifudin Hanif



Pelukis Air Mata
Afifudin Hanif
Sepi...
Sendiri terdiam ditengah kelam malam
Memandang sorot lampu 5watt yang sinarnya tak begitu terang
Seakan membawa setiap insan larut dalam keheningan

Berbagai bayangan muncul bagai hantu
Menyeruak disela-sela otak
Mendeskripsikan rasa
Menyerang jiwa dengan membabi buta

Waktu tak mau berjalan dengan cepat
Hanya peluh yang menetes deras
Menuruni bukit
Jatuh dan kering ditengah kekosongan

 Lelah...
Sebuah rasa yang selalu setia menemani
dan sebuah rasa yang kerap kali hadir
Bahkan lebih sering dibandingkan absen anak sekolah

Perlahan tapi pasti semuanya penuh
Kanvas yang tadinya kosong kini berisi coretan
Terpampang sebuah nama disudut
Kau pelukis air mata...

Sabtu, 22 Maret 2014

Bintang Couple



Bintang couple
Karya : Afifudin Hanif
Menatap lembut kecupan sore
Saat senja mulai bersayap
Terbujuk rayuan semesta
Akan indahnya kasihmu

Berharap kau akan datang
Dan mendekapku di ujung senja
Bersama kita lukiskan
Pemandangan dari pelataran surga

Rindu ini mereda
Tapi tak pernah hilang
Seperti sinar rembulan
yang menaungi kelamnya cakrawala

tetaplah disini
bersanding dengan bintang
bintang yang slalu terang
dan saling berpadu..

Balada Hujan



Balada Hujan
Hari itu hujan turun begitu deras. Aku tak bisa kemana-mana selain berdiam diri di rumah. Aku terus memandang hujan dari jendela kamarku sembari bertanya, “Apakah disana dia juga sedang melakukan hal yang sama sepertiku?”. Pertanyaan itu yang selalu muncul di pikiranku saat hujan hari itu turun.
Ku ambil gitar di sudut kamarku dan mulai ku petik. Hanya berharap semoga dia juga bisa mendengar petikan gitarku. Lagu demi lagu seakan menjadi wakil dari perasaan yang berkecambuk di hatiku. Seakan ingin aku katakan I just wanna say, I miss you........
Dia yang ku kenal tanpa sengaja lewat social media. Kini aku merindukannya di sisiku untuk menemaniku saat hujan tak kunjung reda. Menemaniku bernyanyi dengan petikan gitar dan alunan nada dari bibir tipisnya. Bibir yang sama, yang pernah aku kecup saat hujan turun dengan sangat romantis.
 Tiba-tiba terdengar handphone berbunyi. Ada pesan masuk yang ternyata dari dia.
“Hai, aku kangen saat kita bersama di bawah hujan.”
“Aku juga... aku sedang memandang hujan, apakah kamu juga melakukan hal yang sama sepertiku?” balasku lewat pesan.
“Iya, aku pun begitu.” balasnya.
Hujan seakan tahu kalau kami saling merindu. Merindu untuk bisa selalu bersama. Merindu untuk bisa saling memandang di bawah romantisnya rintik hujan. Hujan memberi pertanda kalau ada hati yang sedang bimbang karena tak bisa saling berjumpa. Di sisi lain ada hati yang gembira karena bisa mengenang kenangan indah yang pernah terlukis saat hujan turun.
Tak terasa hujan turun begitu lama. Dan rasa rindu ini pun semakin menggebu. Tapi aku hanya bisa melihat fotonya yang ku tempel di jendela dan menembus hujan yang sedang turun begitu deras. Tapi tak cukup deras untuk membandingkan derasnya rinduku kepadanya.
“Hujan sampaikan rinduku kepadanya....” harapku.
Masih teringat saat kami kencan naik vespa butut dan di tengah jalan hujan turun. Kami berhenti di emperan toko, dan saling memandang. Rambutnya yang basah tergerai terkena air hujan membuatnya tampak lebih cantik.
“Apakah kamu senang dengan hujan yang sedang turun?”
“Aku senang, karena aku bisa memandangmu dengan nada alami dari rintik hujan tanpa perlu kamu menyanyikan lagu untukku” ucapnya.
Tak sadar bibirku sudah menempel dengan bibirnya. Kami berciuman dibawah rintik hujan yang romantis.
Tapi itu hanya kenangan di masa lalu, yang sekarang belum aku rasakan lagi dengannya. Ingin rasanya mengulang itu semua, tapi waktu tak kunjung menuntun kami. Dia yang selalu menyuruhku untuk terus bersabar, karena dia yakin semua akan indah pada waktunya...
Dia wanita yang aku idamkan selama ini. Dia yang membuatku lebih merasa sempurna. Mampu menerima setiap kekuranganku dan menutupinya dengan kelebihannya. Begitu indahnya cinta saat kami bisa saling melengkapi.
Tak lama, dia menelponku.
“Apakah kita bisa bertemu besok? Aku rindu kamu..” ucapnya.
“Bisa.. kita bertemu di taman tempat kita pertama ketemu ya.”
“Baiklah....” dia terdengar berharap.
Tak sabar rasanya menunggu sesuatu yang selama ini telah aku tunggu. Menunggu sesuatu yang indah.
” Apakah akan terjadi sesuatu yang indah dan tak akan terlupakan besok? Aku tak tahu, semoga saja...”
Hari itu, hujan turun hingga malam hari. Sebelum mata ini terpejam, aku berdoa agar Tuhan melancarkan semuanya esok hari. Memberikan sesuatu yang indah untuk kami berdua. Untuk cinta yang telah kami berdua jaga.
Di keheningan malam pun aku masih merindukan sosoknya. Merindukan setiap raut wajahnya. Namun mata ini perlahan mulai terpejam di bawah guyuran hujan yang masih setia menemani.
Pagi hari, aku terbangun dan terlihat pancaran cahaya dari jendela kamarku. Hari itu mentari tersenyum dengan sangat cantik. Awan pun tak mau kalah dan berpadu dengan birunya langit pagi itu. Mereka seakan ikut merasa senang karena pertemuanku dengan sang kekasih hari ini.
Tiba-tiba terdengar handphone berbunyi.
“Selamat pagi... hari ini indah ya? Aku tunggu kamu di taman pukul 4 sore. I miss you....” pesannya.
“I miss you too...” balasku.
Ku kecup layar handphone milikku. Dan senyum lebar tergambar dari raut mukaku. Ingin rasanya segera berjumpa dan melepas semua rindu yang selama ini telah terpendam. Rindu yang terpendam begitu lama. Seperti gunung yang akan meletus dan segera memuntahkan lava dari perutnya.
Tepat pukul 4 sore, aku sudah sampai di taman. Aku duduk sembari melihat sekitar. Tak begitu ramai, tapi cukup tenang untuk berbincang berdua dengan kekasih. Cukup untuk membicarakan rindu yang selama ini terpendam.
Tak berselang lama, dia pun datang.
“Hai................” sapanya.
“Hai juga... kamu cantik.” ucapku.
“Terima kasih...” wajahnya tersipu malu.
Dia yang selama ini aku rindu, sekarang berada tepat di depan mataku. Tak ada lagi sekat yang memisahkan kami sore itu. Kami hanya saling memandang tanpa banyak bicara. Mungkin karena rindu yang terlalu kuat sehingga membuat bibir ini kaku.
Tiba-tiba hujan turun tanpa disangka. Aku bergegas membawanya berteduh di bawah gazebo di pinggir kolam.
“Apakah kamu masih mencintaiku?” tanyanya.
“Aku masih mencintaimu seperti dulu, dan takkan pernah berubah”
“Aku sayang kamu..”
“Aku juga sayang kamu...” balasku.
Tak sadar jemari tangannya sudah menggengam erat tanganku. Seakan tak mau lagi berpisah dan berjauhan denganku. Tak berapa lama, bibir kami saling berciuman. Bibir yang sama seperti yang dulu. Dan tentunya cinta yang sama, tetapi hanya bertambah besar rasa cinta itu.
***
Sore itu kenangan tempo dulu terulang lagi. Saat kami berdua ada di bawah rintik hujan dan saling berciuman. Saling mengulang masa romantis yang tersiram rindu dari hati. Saling bergemu dalam rasa yang sama. Rasa yang tak akan lelah untuk menanti, seperti hujan yang tak lelah menyiram di sore itu.


Afifudin Hanif
Twitter: @afifhanif_